Minggu (16/9), Himpunan Mahasiswa Produksi Ternak (HIMAPROTER) telah melaksanakan Seminar Nasional yang merupakan salah satu rangkaian dari kegiatan Livestock Vaganza 2012. Kegiatan yang diadakan di auditorium Jannes Humntal Hutasoit ini mampu menyedot antusias mahasiswa, terutama mahsiswa peternakan. Tidak kurang dari 250 orang ikut serta dalam Seminar Nasional yang bertemakan “Pengembangan Peternakan Berwawasan Lingkungan.” Hadir dalam seminar ini dekan Fakultas Peternakan bapak Dr. Ir. Luki Abdullah, M.Sc. Agr sekaligus sebagai salah satu narasumber seminar bidang akademisi, wakil dekan Fakultas Peternakan Dr. Ir. M. Yamin, M.Agr. SC, dosen-dosen Fapet IPB serta tamu undangan dari seluruh Himpunan Profesi se-IPB. Seminar ini di moderatori oleh Prof. Dr. Ir. Muladno, MSA (Guru besar genetika ternak Fapet IPB), dan sebagai narasumber Dr. Djoko Purwanto (mewakili direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan) serta Nurul M. Karim (Superintendent Conservation and Agribusines Development PT. Kaltim Prima Coal).
Rangga Lawe Sandjaya sebagai ketua pelasakna dalam sambutannya mengatakan, bahwa mahasiswa perlu ikut serta dalam mensukseskan program Swasembada Daging Sapi dan Kerbau 2014. Sedangkan Aditya Ananda selaku ketua HIMAPROTER mengharapkan bahwa seminar ini bisa menambah wawasan dan ilmu pengetahuan peternakan pada khususnya dan sebagai bekal modal untuk membangun peternakan masa depan yang lebih baik. “Maju peternakan ku, maju Indonesia ku”, dengan semangat Adit memimpin jargon kepada peserta seminar. Dalam sambutannya wakil dekan Fapet IPB, Dr. M. Yamin berkata, “saat ini isu lingkungan menjadi PR yang sangat berat bagi industri peternakan. Oleh karena itu, untuk pengembangan peternakan memerlukan keharmonisan interdisiplin ilmu.” Setelah menyampaikan sambutan, Dr. Yamin juga membuka seminar Livestock Vaganza dengan resmi.
Sebagai narasumber pertama, Dr. Luky menyampaikan bahwa industri peternakan tidak akan bisa berdiri sendiri dengan kokoh, perlu ada interaksi dan kerja sama dengan pihak lain. “Setiap Industri yang menghasilkan by product, pada dasarnya tidak akan bisa berdiri sendiri. Apakah itu pertanian, kehutanan, perkebunan, bahkan industri tambang, dipastikan meninggalkan by product yang memerlukan pengelolaan”, kata ahli agronomi hijauan pakan ini. “Pengembangan peternakan akan terbentur dengan masalah lahan. Lahan dapat digunakan sebagai pertanian dan juga bisnis. Perlu adanya kolaborasi untuk menyelesaikan masalah lahan, sehingga peternakan bisa masuk dan menjadi sumber ekonomi yang menguntungkan. Contohnya adalah lahan bekas tambang yang akan menyisakan galian-galian dengan lubang-lubang besar disana sini dan lahan menjadi tidak subur. Hal tersebut memerlukan reklamasi lahan yang cukup berat dan dapat diikuti dengan memasukan peternakan sebagai aktivitas ekonomi yang mengarah pada konservasi lahan yang menguntungkan”, lulusan sarjana peternakan IPB tahun 1990 ini menuturkan dengan santai.
Penyelesaian lahan bekas tambang menjadi aktivitas ekonomi berbasis peternakan sangatlah mudah, diantaranya 1) Kompetensi land management diperusahaan sangat baik, 2) kompetensi watter management sangat handal, 3) adanya kewajiban untuk mengembalikan lahan pasca tambang untuk areal pemanfaatan lain, dan 4) trend minat untuk pengembangan peternakan dilahan pasca tambang seringkali dijumpai dari pimpinan-pimpinan perusahaan tambang. Disamping integrasi dengan lahan pasca tambang, peternakan pun dapat diintegrasikan di lahan perkebunan sawit. Integrasi sapi dengan sawit sangatlah memungkinkan. Dengan lahan sawit sekitar 9 juta Ha, bisa menghasilkan pakan sapi yang diambil dari by product pengolahan minyak sawit dan dari pelepah sawit. Adapun sapi dapat dijadikan sebagai penghasil kotoran untuk pemanfaatan pupuk kelapa sawit. Selain itu, Sylvopastura juga dapat digunakan sebagai sarana peternakan. Masih banyak lahan-lahan yang dapat dijadikan pastura, terutama lahan di Indonesia bagian Timur, menurut peneliti kelahiran sukabumi ini menyampaikan.
Pembicara kedua adalah Djoko Purwanto dari Ditjennak dan Keswan yang membawakan materi kebijakan pemerintah dalam mendukung usaha integrasi peternakan dengan sektor lain di Indonesia. Djoko menyampaikan pemerintah membagi pengembangan peeternakan menjadi 3 kawasan, yaitu 1) kawasan penggembalaan, 2) kawasan padat penduduk dan 3) kawasan integrasi. Dikelompokan menjadi beberapa kawasan supaya memudahkan dalam penetapan program pemerintah supaya tepat. Kawasan 1 diperuntukan daerah Indonesia bagian timur yang memang masih memiliki lahan luas dengan penduduk yang tidak terlalu banyak. Daerah yang masuk kawasan 2 adalah Jawa dan Bali, sedangkan daerah yang masuk ke kawasan 3 adalah Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi.
Penulis : Heru Nugraha (IPB)
Posting Komentar