Himpunan Mahasiswa Nutrisi dan Makanan Ternak (HIMASITER) Institut Pertanian Bogor telah melaksanakan seminar Internasional (10/10) di Auditorium Jannes Humuntal Hutasoit, Fapet IPB. Kegiatan ini membawakan tema “The Alternative Potency of Integrated Farm Through the Integration of Cow-Oil Palm and Its Opportunity for Entrepreneurship”. Hadir dalam seminar ini Dr. Ir. Luki Abdullah, M.Sc, Agr (Dekan Fakultas peternakan IPB) beserta staf pengajar Fapet IPB, Drh. Abdul Karnaen (Direktorat Jenderal Peternakan dan kesehatan Hewan), para pembicara Tuan. Mohammad Amizi Bin Ayob (University Technology Mara Perlis, Malaysia), Drh. Askardiya R Patrianov, MP (Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Prov. Riau), I Gusti Made Jaya Adhi (Kabid Pengembangan Kawasan dan Usaha Peternakan Prov. Kalimantan Timur) serta tidak kurang dari 250 peserta hadir dari berbagai kalangan. Seminar ini menjadi sangat menarik karena bisa mendatangkan pembicara dari Malaysia sekaligus pelaku dan peneliti sistem Integrasi sapi-sawit. Disamping itu, seminar ini di ikuti juga oleh mahasiswa peserta Student Meeting: South East Asia Animal Science Student Network dari berbagai Universitas yang ada Fakultas dan jurusan ilmu peternakan di Indonesia. Seminar ini dibuka oleh Dekan Fakultas Peternakan IPB, Luki Abdullah dan yang memandu jalannya seminar adalah Dr. Despal salah satu staf pengajar Fapet IPB.
Abdul Karnaen dalam Keynote Speakernya menyampaikan materi Alternatif peternakan terpadu melalui integrasi sapi-sawit. Ia tegaskan bahwa untuk kepastian terselenggaranya peternakan dan kesehatn hewan diperlukan penyediaan lahan yang memenuhi persyaratan dalam tata ruang wilayah. Lahan berfungsi sebagai penghasil tumbuhan pakan, tempat perkawinan alami, seleksi, kastrasi dan pelayanan IB, tempat pelayanan kesehatan hewan, dan tempat/objek penelitian teknologi peternakan dan kesehatan hewan. kebijakan pembangunan peternakan dan kesehatan dilakukan dengan 5 program pokok. Namun ia mengungkapkan bahwa permasalahan pokok untuk integrasi sapi-sawit adalah masalah penguasaan lahan. Adanya sistem integrasi sapi-sawit mempunyai banyak keuntungan meskipun harus dalam jangka panjang.
Tuan Moh. Amizi Bin Ayob memaparkan kondisi sistem integrasi sapi-sawit di Malaysia yang sudah sangat berkembang. “Sekitar tahun 2000 harga sawit di Malaysia sangat jatuh dan jauh dari menguntungkan. Sehingga jika pengusaha memanen sawitnya akan lebih merugi ketimbang tidak memanen karena akan memerlukan cost yang lebih banyak. Namun, pemerintah Malaysia berusaha dengan kebijakan pemerintahnya untuk perusahan sawit harus mengintegrasikan usahanya dengan peternakan Lembu/sapi,” Amizi sampaikan dengan serius. Ia menyebutkan dengan adanya Integrasi ini menyebabkan peningkatan pendapatan untuk perusahaan meskipun itu memerlukan waktu yang lama dalam meyakinkan para pengusaha untuk melakukan integrasi sapi-sawit. Disamping itu, ia sampaikan juga bahwa dengan adanya sistem integrasi ini mampu memberikan pendapatan untuk negara sebesar 30%. Indonesia dan Malaysia adalah produsen besar dari komoditas sawit, dan negara di ASEAN sangat potensial untuk melakukan sistem integrasi ini, Amizi dengan mantap menyampaikan.
Riau sebagai kawasan perkebunan sawit yang paling luas dengan luasan 22,72% dari total keseluruhan lahan sawit Indonesia merupakan daerah yang sangat potensial untuk pengembangan sapi-sawit. Drh. Askardiya R Patrianov, MP sebagai kepala dinas peternakan dan kesehatan hewan Riau menyampaikan bahwa perkebunan sawit merupakan cadangan pakan untuk ternak. Selain itu, ia menambahkan bahwa sistem integrasi ini mampu menghindari konflik lahan antara pengusaha dan masyarakat sekitar perkebunan. Yang dilakukan pemerintah Riau adalah dengan cara meyakinkan para pengusaha terhadap keberadaan sapi dilahan perkebunan akan memberikan banyak manfaat untuk sawit. Ia mengajak semua masyarakat untuk berfikir pintar, dan mencermati isu-isu tentang integrasi sapi-sawit seperti dapat menimbulkan kumbang sebagai hama sawit, munculnya ganoderma, renoseros dan pemadatan tanah oleh injakan sapi. Semua itu hanyalah isu yang akan menghambat perkembangan sapi di Indonesia. “Jika kita sudah mampu memproduksi sapi dalam negeri dengan sistem ini, hal inilah yang ditakutkan negara-negara pengimpor sapi ke Indonesia,” tegas lulusan FKH IPB ini.
I Gusti Made Jaya menyampaikan bahwa Kalimantan Timur secara faktual memiliki lahan yang sangat luas dengan penduduk yang masih jarang. Hal ini membuat pemerintah Kaltim berupaya keras untuk bisa mencukupi kebutuhan ternak terutama sapi dari daerahnya sendiri. Oleh karena itu, pemerintah Kaltim berusaha mengembangkan peternakan dengan pendekatan pembangunan seperti Pedekatan Kawasan/Wilayah, pendekatan kesisteman, Pendekatan kelembagaan dan pemberdayaan masyarakat secara partisipatif. “Pemerintah daerah menerapkan sistem integrasi Sapi-sawit karena sulitnya penyediaan pakan yang berkesinambungan, terjadinya alih fungsi lahan pertanian, perlu adanya pedekatan alternatif, hasil samping industri pertanian melimpah, dan luasan kebun sawit Kaltim sebesar 827.347 ha. Disamping itu, limbah kotoran sapi sebagai sumber unsur hara untuk kelapa sawit. Pendekatan yang digunakan berupa Low External Input Sustainable Agriculture (LEISA) sehingga terjadi daur ulang optimal dari sumber daya lokal yang tersedia,” Gusti paparkan. Ia juga mengungkapkan beberapa hasil ikutan kelapa sawit yang bisa dimanfaatkan untuk pakan sapi, diantaranya Palm Pressing Fibre (10% dari TBS), Lumpur sawit (20% dari TBS), Bungkil kelapa sawit (49,5% dari inti sawit), pelepah serta daun kelapa sawit dan tandan buah kosong (35% dari TBS). Di kaltim juga ada kelompok ternak Rejeki Baru yang menggembalakan sapinya di areal perkebunan sawit yang sampai sekarang memiliki populasi sapi lebih dari 500 ekor. “pembangunan peternakan pola integrasi ternak sapi dengan perkebunan kelapa sawit sangat potensial dikembangkan untuk menggerakan perekonomian berbasis pertanian di pedesaan. Tentu diperlukan adanya kerjasama yang kuat antara pemerintah daerah, pusat, swasta, LSM maupun perguruan tinggi untuk terwujudnya pembangunan integrasi ternak sapi dengan perkebunan sawit,” harapan Gusti mengkahiri penyampaian materinya. Seminar internasional ini di akhiri dengan penampilan seni musik perkusi “D-Ransum” yang merupakan UKM seni mahasiswa Fakultas Peternakan IPB.
Penulis : Heru Nugraha (IPB)
Posting Komentar